Universitas gunadarma

Minggu, 09 Desember 2012

PENULISAN ILMIAH

Pengertia Penulisan Ilmiah

Pengertian Penulisan ilmiah
Penulisan ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu masalah. Penulisan ilmiah juga merupakan uraian atau laporan tentang kegiatan, temuan atau informasi yang berasal dari data primer dan / atau sekunder, serta disajikan untuk tujuan dan sasaran tertentu. Informasi yang berasal dari data primer yaitu didapatkan dan dikumpulkan langsung dan belum diolah dari sumbernya seperti tes, kuisioner, wawancara, pengamatan / observasi. Informasi tersebut dapat juga berasal dari data sekunder yaitu telah dikumpulkan dan diolah oleh orang lain, seperti melalui dokumen (laporan), hasil penalitian, jurnal, majalah maupun buku. Penyusunan penulisan dimaksudkan untuk menyebarkan hasil tulisan dengan tujuan tertentu yang khusus, sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang lain yang tidak terlibat dalam kegiatan penulisan tersebut. Sasaran penulisan yang dimaksud adalah untuk masyarakat tertentu seperti ilmuwan, masyarakat luas baik perorangan maupun kelompok dan pemerintah atau lembaga tertentu.
Tujuan Penulisan Ilmiah adalah memberikan pemahaman agar dapat berpikir secara logis dan ilmiah dalam menguraikan dan membahas suatu permasalahan serta dapat menuangkannya secara sistematis dan terstruktur.


Isi dari Penulisan ilmiah diharapkan memenuhi aspek-aspek di bawah ini :

1.Relevan dengan situasi dan kondisi yang ada.
2.Mempunyai pokok permasalahan yang jelas.
3.Masalah dibatasi, sesempit mungkin.

Suatu penulisan dikatakan ilmiah, karena penulisan tersebut adalah sistematik, generalisasi, eksplanasi, maupun terkontrol.
1.penulisan ilmiah adalah sistematik, karena harus mengikuti prosedur dan langkah tertentu seperti : mengidentifikasi masalah, menghubungkan masalah dengan teori tertentu, merumuskan kerangka teoritis / konsepsional, merumuskan hipotesis, menyusun rancangan studi, menentukan pengukurannya, mengumpulkan data, menganalisis dan menginterpretasi data, serta membuat kesimpulan.
2.penulisan ilmiah adalah generalisasi, karena dapat dirumuskan atau diambil suatu kesimpulan umum.
3.penulisan ilmiah adalah eksplanasi, karena menjelaskan suatu keadaan atau fenomena tertentu.
4.penulisan ilmiah terkontrol, karena pada setiap langkahnya terencana dengan baik, mempunyai standar tertentu, dan kesimpulan disusun berdasarkan hasil analisis data. Penulisan ilmiah berupaya mengungkapkan secara jelas dan tepat mengenai masalah yang dikaji, kerangka pemikiran untuk mendekati pemecahan masalah, serta pembahasan hasil maupun implikasinya. Karena itu, penulisan ilmiah harus disusun secara logis dan terperinci berupa uraian toeritis maupun uraian empirik.


Jenis-jenis Penulisan Ilmiah

Jenis-jenis penulisan ilmiah yang utama ialah esei ilmiah, kertas kerja, laporan kajian, tesis dan disertasi.
•Esei ilmiah merujuk karangan ilmiah yang pendek tentang topik atau permasalahan berdasarkan data yang diperolehi melalui rujukan perpustakaan dan / atau kerja lapangan. Penghuraiannya bersifat rasional-empiris dan objektif.
•Kertas kerja ialah penulisan ilmiah yang memaparkan sesuatu fakta atau permasalahan berdasarkan data kerja lapangan dan / atau rujukan perpustakaan. Analisis dalam kertas kerja adalah lebih serius serta bersifat rasional-empiris dan objektif. Kertas kerja biasanya ditulis untuk diterbitkan dalam jurnal akademik atau dibentangkan dalam pertemuan ilmiah seperti seminar, workshop dan sebagainya.
•Laporan kajian atau penyelidikan ialah penulisan ilmiah yang menyampaikan maklumat atau fakta tentang sesuatu kepada pihak lain. Penghuraiannya juga bersandarkan kepada metodologi saintifik dan berdasarkan data kerja lapangan dan / atau rujukan perpustakaan.
•Tesis ialah penulisan ilmiah yang sifatnya lebih mendalam. Tesis mengungkapkan pengetahuan baru yang diperoleh daripada pengamatan atau penyelidikan sendiri. Penulisan ilmiah ini melibatkan pengujian hipotesis bagi membuktikan kebenaran.
•Disertasi ialah penulisan ilmiah tahap tertinggi dalam hierarki pancapaian akademik, yaitu untuk mendapatkan gelaran Doktor Falsafah (Ph.D). Disertasi melibatkan fakta berupa penemuan penulis sendiri berdasarkan metodologi saintifik dan analisis yang terperinci.
Prinsip dalam membuat penulisan ilmiah
Suatu penulisan ilmiah harus memenuhi dan menggunakan pendekatan atau metoda ilmiah. Pada umumnya, dalam merencanakan suatu penulisan ilmiah mencakup beberapa tahapan seperti :
1.pemilihan masalah penelitian
2.pengumpulan informasi
3.pengorganisasian naskah
4.penulisan naskah

Tahapan ini sebaiknya dilakukan secara berurutan, walaupun dapat juga dilakukan bersamaan.
1.Pemilihan topik masalah penelitian
Pemilihan dan penentuan masalah penelitian merupakan tahap awal dari suatu penulisan ilmiah. Pemilihan topik masalah sangat menentukan arah kegiatan penulisan ilmiah pada tahap berikutnya.
•Sumber
Masalah penelitian yang akan digunakan dapat bersumber dari :
-penulis sendiri
-orang lain, seperti : para ahli, dosen
-buku referensi dan bahan bacaan yang telah dibaca oleh penulis
Masalah penelitian dapat muncul dari adanya kesenjangan (gaps) antara yang seharusnya (menurut teori, konsep) dengan kenyataan yang terjadi dilapangan (praktek) berupa fakta, seperti :hilangnya informasi sehingga menimbulkan kesenjangan pada pengetahuan, terdapat hasil yang berlawanan dari penerapan teori dengan fakta dilapangan (praktek), terdapat fakta yang memerlukan penjelasan lebih lanjut.
•Keterbatasan
Dalam memilih dan menentuan topik masalah, sering ditemukan beberapa keterbatasan yang harus disesuaikan dengan kebutuhan, yaitu :
-Minat. Masalah yang dipilih sebaiknya sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Masalah yang kurang sesuai dengan minat, akan menghambat konsentrasi dan keseriusan dan penyelesaian penulisan ilmiah.
-Mampu dilaksanakan, masalah yang akan dipilih harus dapat dilaksanakan denga baik, karena penulis harus mampu menguasai materi, mempunyai waktu yang cukup, mempunyai tenaga pelaksana yang terlatih dan cukup, mempunyai dana yang cukup.
-Mudah dilaksanakan, penelitian dapat dilaksanakan karena cukup faktor pendukung seperti data yang tersedia cukup, mendapat izin dari yang berwenang.
-Mudah dibuat masalah yang lebih luas, masalah yang telah dipilih sebaiknya dapat dikembangkan lagi sehingga dapat disusun rancangan yang lebih kompleks untuk penelitian berikutnya.
-Manfaat, penelitian harus bermanfaat dan dapat digunakan hasilnya oleh orang tertentu atau kelompok masyarakat dalam bidang tertentu.
•Pengumpulan informasi
Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam penulisan :
-Evaluasi instrumen, guna mendapatkan data yang lebih akurat dan konsisten.
Instrumen adalah alat bantu penelitian untuk mengumpulkan data. Instrumen harus dapat diformulasikan dan disesuaikan dengan setiap teknik pengumpulan data (seperti tes, kuisioner, wawancara, observasi, dokumentasi). Karena itu, pengujian terhadap instrumen sangat penting dan mutlak dilaksanakan sebelum instrumen tersebut digunakan untuk pengumpulan data. Penulis harus menguji instrument dan mengetahui hasilnya terlebih dahulu, yaitu dengan pengujian keabsahan (validity) dan pengujian keterandalan (reliability). Hasil pengujian keabsahan bermanfaat untuk mengetahui sejauhmana kesesuaian antara konsep yang akan diteliti dengan uraian dan indicator yang digunakan pada instrumen, sedangkan pengujian keterandalan bermanfaat untuk mengetahui sejauhmmana tingkat ketepatan (akurasi) dan kemantapan (konsistensi) instrumen tersebut.
-Evaluasi sumber data. Data yang dikumpulkan dapat berasal dari data primer dan/atau data sekunder.
-Pembuatan catatan.
•Pengorganisasian naskah
Terdapat beberapa prinsip penting untuk menyusun suatu penulisan ilmiah diantaranya:
-Pola kronologis, menjelaskan setiap langkah harus dilakukan secrara bertahap dan beraturan.
-Pola perbandingan, menyajikan persamaan dan/atau perbedaan antara dua atau lebih dari dua orang, tempat, benda, keadaan.
-Pola sebab akibat, menguraikan kejadian atau kekuatan yang dapat menghasilkan sesuatu, menjelaskan bagaimana sesuatu dapat berubah bila kondisinya berbeda.
-Pola spasial, mengungkapkan bentuk fisik atau dimensi geografis dari topik masalah, sehingga dapat mengarahkan pembaca melalui topik yang membahas beberapa lokasi.
-Pola analisis, adalah suau proses memerinci suatu subjek menjadi bagian dan dapat mengklarifikasinya.
Pola-pola tersebut biasanya digunakan secara kombinasi, baik digunakan pada setiap alinea atau untuk keseluruhan isinya.
Untuk membagi dan mengklarifikasian isi naskah sangat tergantung pada panjang dan kompleksitas materinya. Judul bab harus dinyatakan secara jelas dan tepat, yang menggambarkan isi bab tersebut dan hubungan dengan penulisan secara keseluruhan. Bagian bab dapat digunakan untuk membagi bab yang panjang dan beragam isinya.
•Penulisan naskah
Pada umumnya, penulisan ilmiah terdiri atas :
-Persiapan naskah,
-Naskah pertama.
Apabila penulis telah mempunyai cukup informasi dan data untuk merumuskan idea dan menyempurnakan kerangka pemikiran, maka saatnya penulis untuk membuat naskah pertama berupa konsep (draft). Dalam penulisan naskah pertama dipusatkan pada pengembangan idea. Penulis dapat memulai tulisan dari awal hingga akhir secara berurutan
-Revisi.
Setelah naskah pertama selesai, lakukan pemeriksaaa kembali secara menyeluruh pada materi penulisan. Hal ini dilakukan dengan menyempurnakan yang kurang jelas dan perbedaan pada rangkaian tulisan, gunakan kata yang tepat dan struktur kalimat yang efektif. Upayakan agar setiap alinea hanya mengandung satu gagasan atau pokok bahasan. Revisi dapat dilakukan beberapa kali sehinga menjadi naskah kedua.
-Format.
Penggunaan format tulisan seringkali berbeda. Namun, pada kenyataannya format mempunyai prinsip yang sama, yaitu : bagian pembuka, bagian isi dan bagian penutup.
-Editing.
Editing akhir mencakup pemeriksaaan terhadap masalah dan mengaikannya dengan seluruh penulisan terutama pada pembahasan dan kesimpulan.
-Koreksi akhir.
Koreksi akhir biasanya dilakukan pada hasil cetakan tulisan. Apakah masih terdapat kesalahan cetakan, tata bahasa, pemilihan kata atau penggunaan struktur kalimat?

Langkah-langkah Pembuatan Penulisan Ilmiah
•Memilih sebuah pokok soal (topik) yang ditulis dengan minat penulis
•Mencari sumber yang autoratif
•Membatasi pokok soal yang akan dibicarakan agar pengumpulan data, informasi dan fakta serta pengolahannya terfokus dan agar karangan dapat dikembangkan secara memadai, yaitu pernyataan-pernyataan didukung dengan hal-hal yang konkret dan spesifik.
•Mencari buku-buku, artikel yang membicarakan topik yang telah dipilih dan dibatasi.
•Menata bahan-bahan yang terkumpul berupa catatan-catatan menjadi suatu garis besar (kerangka karangan).
•Menyusun kerangka karangan yang final.
•Menulis draft pertama karangan (karangan sementara). Dalam menulis karangan sementara, kutipan, catatan kaki atau catatan akhir hendaknya diletakan pada tempatnya dan ditulis dengan jelas dan tepat.
Sistematika Penulisan Ilmiah
Hingga saat ini format penyajian penulisan ilmiah belum ada yang baku. Walaupun berbeda dalam format penulisannya, penyajian atau pemaparan suatu penulisan ilmiah tetap sama, yaitu logis dan empiris. Logis artinya masuk akal, sedangkan empiris artinya dibahas secara mendalam berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan. Penulisan ilmiah harus berdasarkan kegiatan ilmiah yaitu ada latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, kerangka berpikir (konsep), hipotesis (tentative), metode penelitian, analisis dan uji hipotesis.
Bentuk laporan Penulisan Ilmiah

A.Bagian Awal, terdiri dari :
1.halaman judul, ditulis sesuai dengan cover depan sesuai aturan yang ada.
2.lembar pernyataan, merupakan halaman yang berisi pernyataan bahwa penulisan karya tulis ini merupakan hasil karya sendiri bukan hasil plagiat atau penjiplakan terhadap hasil karya orang lain.
3.lembar pengesahan, berisi daftar pembimbing atau guru pembina. Pada Bagian bawah sendiri juga disertai tanda tangan Pembimbing.
4.abstraksi, berisi ringkasan tentang hasil dan pembahasan secara garis besar dari Penulisan Ilmiah dengan maksimal 1 halaman.
5.halaman kata pengantar, berisi ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut berperan serta dalam pelaksanaan penelitian dan pembuatan penulisan ilmiah.
6.halaman daftar isi, berisi semua informasi secara garis besar dan disusun berdasarkan urut nomor halaman.
7.halaman daftar tabel (tentatif).
8.halaman daftar gambar: Grafik, Diagram, Bagan, Peta (tentatif).

B.Bagian Tengah, terdiri dari :
1.bab pendahuluan, terdiri dari beberapa sub pokok bab yang meliputi antara lain :
a.latar belakang masalah, menguraikan alasan dan motivasi dari penulis terhadap topik permasalahan yang bersangkutan.
b.rumusan masalah, berisi masalah apa yang terjadi dan merumusan masalah dalam penelitian.
c.batasan masalah, memberikan batasan yang jelas dari persoalan atau masalah yang dikaji dan bagian mana yang tidak dikaji.
d.tujuan penelitian, menggambarkan hasil yang bias dicapai dari penelitian dengan memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti.
e.metode penelitian, menjelaskan cara pelaksanaan kegiatan penelitian, mencakup cara pengumpulan data, alat yang digunakan dan cara analisa data. Jenis-jenis metode penelitian :
-studi pustaka : semua bahan diperoleh dari buku-buku dan/atau jurnal
-studi lapangan : data diambil langsung di lokasi penelitian
-gabungan : menggunakan gabungan metode studi pustaka dan studi lapangan
f.sistematika penulisan, memberikan gambaran umum dari bab ke bab, isi dari penulisan ilmiah.
2.bab landasan teori atau bab tinjauan pustaka, menguraikan teori-teori yang menunjang penulisan / penelitian, yang bisa diperkuat dengan menunjukkan hasil penelitian sebelumnya.
3.metode penelitian, menjelaskan cara pengambilan dan pengolahan data dengan menggunakan alat-alat analisis yang ada.
4.bab analisis data dan pembahasan, membahas tentang keterkaitan antar faktor-faktor dari data yang diperoleh dari masalah yang diajukan kemudian menyelesaikan masalah tersebut dengan metode yang diajukan dan menganalisa proses dan hasil penyelesaian masalah.
5.bab kesimpulan dan saran, bab ini bisa terdiri dari kesimpulan saja atau ditambahkan saran. Kesimpulan, berisi jawaban dari masalah yang diajukan penulis yang diperoleh dari penelitian. Saran ditujukan kepada pihak-pihak terkait sehubungan dengan hasil penelitian.

C.Bagian Akhir, terdiri dari :
1.daftar pustaka, berisi daftar referensi yang digunakan dalam penulisan.
2.lampiran, penjelasan tambahan, dapat berupa uraian, gambar, perhitungan-perhitungan, grafik atau table



SUMBER:
http://bloggerklengerrr.blogspot.com/2009/10/pengertia-penulisan-ilmiah.html

PENALARAN

1. Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).

2. jenis jenis penalaran

• Penalaran Induktif
Pengertian Penalaran Induktif
Penlaran induktif adalah proses penalaran untuk manari kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan fakta – fakta yang bersifat khusus, prosesnya disebut Induksi. Penalaran induktif tekait dengan empirisme. Secara impirisme, ilmu memisahkan antara semua pengetahuan yang sesuai fakta dan yang tidak. Sebelum teruji secara empiris, semua penjelasan yang diajukan hanyalah bersifat sentara. Penalaran induktif ini berpangkal pada empiris untuk menyusun suatu penjelasan umum, teori atau kaedah yang berlaku umum.

Contoh penalaran induktif :
Harimau berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Babi berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Ikan paus berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.

Kesimpulan : semua hewan yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.



• Penalaran Deduktif
Latar Belakang
Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM.). Aristoteles, misalnya, menceritakan bagaimana Thales menggunakan kecakapannya untuk mendeduksikan bahwa musim panen zaitun pada musim berikutnya akan sangat berlimpah. Karena itu ia membeli semua alat penggiling zaitun dan memperoleh keuntungan besar ketika panen zaitun yang melimpah itu benar-benar terjadi. Penalaran deduktif tergantung pada premisnya. Artinya, premis yang salah mungkin akan membawa kita kepada hasil yang salah, dan premis yang tidak tepat juga akan menghasilkan kesimpulan yang tidak tepat.

Alternatif dari penalaran deduktif adalah penalaran induktif. Perbedaan dasar di antara keduanya dapat disimpulkan dari dinamika deduktif tengan progresi secara logis dari bukti-bukti umum kepada kebenaran atau kesimpulan yang khusus; sementara dengan induksi, dinamika logisnya justru sebaliknya. Penalaran induktif dimulai dengan pengamatan khusus yang diyakini sebagai model yang menunjukkan suatu kebenaran atau prinsip yang dianggap dapat berlaku secara umum.

Penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip umum untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang spesifik, sementara penalaran induktif menguji informasi yang spesifik, yang mungkin berupa banyak potongan informasi yang spesifik, untuk menarik suatu kesimpulan umu. Dengan memikirakan fenomena bagaimana apel jatuh dan bagaimana planet-planet bergerakIsaac Newton menyimpulkan teori daya tarik. Pada abad ke-19, Adams dan Le Verrier menerapkan teori Newton (prinsip umum) untuk mendeduksikan keberadaan, massa, posisi, dan orbit Neptunus (kesimpulan-kesimpulan khusus) tentang gangguan (perturbasi) dalam orbit Uranus yang diamati (data spesifik).

Pengertian Penalaran Deduktif
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk manarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai dari hal-hal umum, menuku kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah proses pembentukan kesimpulan deduktif terebut dapat dimulai dai suatu dalil atau hukum menuju kepada hal-hal yang kongkrit.


• Macam – Macam Penalaran Deduktif
Macam-macam penalaran deduktif diantaranya :

a. Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). Dengan fakta lain bahwa silogisme adalah rangkaian 3 buah pendapat, yang terdiri dari 2 pendapat dan 1 kesimpulan.
Contoh Silogisme:
Semua manusia akan mati
Amin adalah manusia
Jadi, Amin akan mati (konklusi / kesimpulan)

b. Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara langsung. Dan dapat dikatakan pula silogisme premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh Entimen :
Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Pada malam hari tidak ada matahari
Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis



sumber:
http://irpantips4u.blogspot.com/2012/03/penalaran-induktif-dan-deduktif.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran

Minggu, 30 September 2012

sejarah singkat bahasa indonesia

Sejarah bahasa Indonesia

Awal mula terbentuknya bahasa Indonesia berawal dari bahasa melayu yang masih kita gunakan hingga sekarang. Dari bukti bukti yang ditemukan bahwa sejarah bahasa Indonesia yang bersumber dari bahasa melayu kuno bukan hanya untuk penamaan pulan sumatera tetapi juga ada dipulau pulau jawa. Berdsarkan bukti yang ditemukan para ahli, bahwa pada zaman kerajaan Sriwijaya, bahasa melayu digunakan sebagai berikut:


1. Bahasa melayu berfungsi sebagai bahasa kebudayaan, yaitu dengan adanya buku-buka berisi aturan hidup dan sastra
2. Bahasa melayu berfungsi sebagai bahasa penghubungan/pergaulan antar suku Indonesia
3. Bahasa melayu berfungsi sebagai bahasa perdagangan, baik di Indonesia maupun yang berada diluar Indonesia
4. Bahasa melayu digunakan sebagai bahasa resmi kerajaan Sriwijaya

Lalu setelah masa penjajahan, bahasa Indonesia di akui secara resmi. Catatan sejarah bahasa Indonesia bahwa bahasa Indonesia mengalami pertumbuhan terus-menerus. Baik dari luas wilayah maupun struktur bahasa Indonesia itu sendiri. Akhirnya pada tanggal 28 oktober 1928, para pemuda Indonesia mengikrarkan Sumpah pemuda, yang mengakui dan meresmikan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi bangsa Indonesia. Dan bunyi ikrarnya adalah;


1. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah Indonesia
2. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa indonesia
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Dengan ikrar tersebut, maka resmilah bahasa melayu menjadi bahasa Indonesia.





Sumber:
http://www.anneahira.com/sejarah-bahasa-indonesia.htm


Bahasa Sebagai Jatidiri Bangsa

Bahasa Sebagai Jatidiri Bangsa

Menurut saya, bahasa sebagai jatidiri bangsa ialah;

Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Menurut WITTGENSTEIN “Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis”

Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem, yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh pemakainya. Bahasa sendiri berfungsi sebagai sarana komunikasi serta sebagai sarana integrasi dan adaptasi. Seiring dengan dinamika peradaban yang terus bergerak menuju arus globalisasi, bahasa Indonesia dihadapkan pada persoalan yang semakin rumit dan kompleks. Sebagai bahasa komunikasi, bahasa Indonesia dituntut untuk bersikap luwes dan terbuka terhadap pengaruh asing. Hal ini cukup beralasan, sebab kondisi zaman yang semakin kosmopolit dalam satu pusaran global dan mondial, bahasa Indonesia harus mampu menjalankan peran interaksi yang praktis antara komunikator dan komunikan. Artinya, setiap peristiwa komunikasi yang menggunakan media bahasa Indonesia harus bisa menciptakan suasana interaktif dan kondusif, sehingga mudah dipahami dan terhindar dari kemungkinan salah tafsir.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia harus tetap mampu menunjukkan jati dirinya sebagai milik bangsa yang beradab dan berbudaya di tengah-tengah pergaulan antarbangsa di dunia. Hal ini sangat penting disadari, sebab modernisasi yang demikian gencar merasuki sendi-sendi kehidupan bangsa dikhawatirkan akan menggerus jatidiri bangsa yang selama ini kita banggakan dan kita agung-agungkan. “Ruh” heroisme, patriotisme, dan nasionalisme yang dulu gencar digelorakan oleh para pendahulu negeri harus tetap menjadi basis moral yang kukuh dan kuat dalam menyikapi berbagai macam bentuk modernisasi di segenap sektor kehidupan. Dengan kata lain, bahasa Indonesia sebagai bagian jatidiri bangsa harus tetap menampakkan kesejatian dan wujud hakikinya di tengah-tengah kuatnya arus modernisasi.
Kalau kita melihat fakta di lapangan, perhatian dan kepedulian kita untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, secara jujur harus diakui belum sesuai harapan. Keluhan tentang rendahnya mutu pemakaian bahasa Indonesia sudah lama terdengar. Ironisnya, belum juga ada kemauan baik untuk menggunakan sekaligus meningkatkan mutu berbahasa. Tidak sedikit kita mendengar bahasa para pejabat yang rancu dan payah kosakatanya sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran. Tidak jarang kita mendengar tokoh-tokoh publik yang begitu mudah melakukan manipulasi bahasa. Yang lebih mencemaskan, kita masih terlalu mengagungkan nilai-nilai modern sehingga merasa lebih terhormat dan terpelajar jika dalam bertutur menyelipkan setumpuk istilah asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Memang,bahasa Indonesia tidak antimodernisasi. Bahasa kita cukup terbuka terhadap pengaruh bahasa asing. Akan tetapi, rasa rendah diri yang berlebihan dalam menggunakan bahasa sendiri justru mencerminkan sikap masa bodoh yang bisa melunturkan kesetiaan, kecintaan, dan kebanggaan terhadap bahasa sendiri. Haruskah bahasa Indonesia disingkirkan sebagai tuan rumah di negeri sendiri?
Kaidah bahasa yang diluncurkan itu pada dasarnya bertujuan untuk menjaga kesamaan persepsi dalam pemakaian bahasa, sehingga terjadi kesepahaman makna antara komunikator dan komunikan. Dengan demikian, kebijakan para pakar atau perencana bahasa dalam meng-“kodifikasi” kaidah mestinya harus tetap mengacu pada kecenderungan-kecenderungan yang berlangsung di tengah-tengah masyarakat sehingga kaidah yang diluncurkan tidak kaku dan dipaksanakan. Kecenderungan masyarakat yang sering menggunakan istilah asing , baik dalam ragam lisan maupun tulis, harus diserap dan diakomodasi oleh para perencana bahasa sebagai masukan berharga dalam merumuskan konsep kebahasaan pada masa yang akan datang. Artinya, kecenderungan modernisasi bahasa yang kini mulai marak di tengah-tengah masyarakat dalam berbagai ragama mesti disikapi secara arif. Dengan kata lain, modrnisasi sangat diperlukan dalam menghadapi pusaran arus global dan mondial sehingga bahasa kita benar-benar mampu menjadi bahasa komunikasi yang praktis, efektif, luwes, dan terbuka. Namun demikian, kita jangan sampai dalam modernisasi bahasa yang berlebihan sehingga melunturkan kesetiaan, kecintaan, dan kebangaan kita terhadap bahasa nasional dan bahasa negara.


sumber:
http://sawali.info/2008/01/01/bahasa-indonesia-antara-modernisasi-dan-jatidiri/

Jumat, 08 Juni 2012

contoh kasus hak cipta dan hak paten

Tulisan: NAMA KELOMPOK : Desima happy sianipar ( 21210840 ) Destyana eka watik sari ( 29210481 ) Dwi astuti ( 22210174 ) Fatya ayu hefita ( 22210638 ) Nur indri pangesti ( 25210134 ) Novianti ( 25210076 ) Sheilla tamara ( 26210507 ) Tri Yulidiantika ( 26210974 ) 1. Contoh Kasus Hak Cipta Perkara gugatan pelanggaran hak cipta logo cap jempol pada kemasan produk mesin cuci merek TCL bakal berlanjut ke Mahkamah Agung setelah pengusaha Junaide Sasongko melalui kuasa hukumnya mengajukan kasasi. "Kita akan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), rencana besok (hari ini) akan kami daftarkan," kata Angga Brata Rosihan, kuasa hukum Junaide. Meskipun kasasi ke MA, Angga enggan berkomentar lebih lanjut terkait pertimbangan majelis hakim yang tidak menerima gugatan kliennya itu. "Kami akan menyiapkan bukti-bukti yang nanti akan kami tunjukan dalam kasasi," ujarnya. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengatakan tidak dapat menerima gugatan Junaide terhadap Nurtjahja Tanudi-sastro, pemilik PT Ansa Mandiri Pratama, distributor dan perakit produk mesin cuci merek TCL di Indonesia. Pertimbangan majelis hakim menolak gugatan tersebut antara lain gugatan itu salah pihak (error in persona). Kuasa hukum tergugat, Andi Simangunsong, menyambut gembira putusan Pengadilan Niaga tersebut. Menurut dia, adanya putusan itu membuktikan tidak terdapat pelanggaran hak cipta atas peng-gunaan logo cap jempol pada produk TCL di Indonesia. Sebelumnya, Junaide menggugat Nurtjahja karena menilai pemilik dari perusahaan distributor dan perakit produk TCL di Indonesia itu telah menggunakan logo cap jempol pada kemasan mesin cuci merek TCL tanpa izin. Dalam gugatanya itu. penggugat menuntut ganti rugi sebesar Rp 144 miliar. Penggugat mengklaim pihaknya sebagai pemilik hak eksklusif atas logo cap jempol. Pasalnya dia mengklaim pemegang sertifikat hak cipta atas gambar jempol dengan judul garansi di bawah No.-C00200708581 yang dicatat dan diumumkan untuk pertama kalinya pada 18 Juni 2007. Junaide diketahui pernah bekerja di TCL China yang memproduksi AC merek TCL sekitar pada 2000-2007. Pada 2005. Junaide mempunya ide untuk menaikkan kepercayaan masyarakat terhadap produk TCL dengan membuat gambar jempol yang di bawahnya ditulis garansi. Menurut dia, Nurtjahja telah melanggar Pasal 56 dan Pasal 57 UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Untuk itu Junaide menuntut ganti rugi materiel sebesar Rpl2 miliar dan imateriel sebesar Rp 120 miliar. http://chaeroniachmad.blogspot.com/2011/04/contoh-kasus-hak-cipta.html 2. Pembahasan Kasus Hak Paten Kasus Hak Paten Obat-obatan India sedang mempersiapkan perlawanan menghadapi paten atas obat diabet yang didasarkan pada tanaman dari India. Kantor Paten Amerika Serikat telah memberikan paten pada sebuah perusahaan farmasi Amerika Serikat atas obat yang dibuat dari terong dan pare. Menurut pemerintah India, kedua tanaman tersebut sudah ribuan tahun digunakan untuk menyembuhkan diabetes di India dan sudah terdokumentasi dalam banyak teks tentang tanaman obat di India. Sementara itu, tanaman afrika juga tidak luput dari pematenan. Amerika Serikat kembali memberikan paten nomor 5,929,124 granted tanggal 27 Juli 1999 kepada dua ilmuwan Swiss untuk penemuan berupa zat aktif dari akar sebuah pohon (Swartzia madagascariensis) di Afrika. Zat aktif ini digunakan untuk mengobati infeksi jamur serta gatal-gatal pada kulit. Penelitian menunjukkan bahwa bahan kimia dari pohon ini jauh lebih ampuh dari obat anti jamur yang ada sekarang, yang menarik adalah kasus ‘perang paten’ atas obat genetik antara Amerika Serikat dan Inggris. Myrian Genetics, sebuah perusahaan Amerika Serikat telah mempatenkan dua gen manusia untuk skrining kanker payudara. Padahal sebagian besar penelitian tentang hal itu paling tidak pada satu gen yaitu BRCA2 dilakukan di Institut Penelitian Kanker Inggris. Myriad mengajukan paten beberapa jam sebelum Institut kanker mengumumkan penemuannya dalam majalah Nature. Pemberian paten ini akan mengancam pekerjaan 15 laboratorium di Inggris yang dibiayai oleh masyarakat/negara dengan biaya 15 kali lebih rendah dibandingkan di AS. Analisis : Kasus hak paten dalam wacana di atas, terdapat tiga kasus hak paten mengenai obat-obatan mulai dari tradisional hingga bahan kimia. Uniknya dalam tiga kasus tersebut melibatkan satu negara yang bermasalah dengan negara lain mengenai hak paten obat-obatan, Negara tersebut adalah Amerika Serikat. Pertama, Kantor Paten Amerika Serikat telah memberikan paten pada sebuah perusahaan farmasi Amerika Serikat atas obat yang dibuat dari terong dan pare. Padahal tanaman tersebut berasal dari Negara India. Sudah ribuan tahun dua tanaman tersebut digunakan untuk menyembuhkan diabetes di India dan sudah terdokumentasi dalam banyak teks tentang tanaman obat di India. Hal ini menunjukan bahwa Negara Amerika Serikat telah mengambil hak paten dua tamanan tersebut dari Negara India. Seharusnya hal ini tidak dilakukan oleh Amerika Serikat karena sudah jelas bahwa tanaman tersebut berasal dari Negara Lain bukan dari Negaranya. Untuk menyelesaikan kasus tersebut, Negara India harus dengan cepat mempatenkan dua tanaman tersebut agar Amerika Serikat tidak berbuat seperti itu dan memberikan hukuman pada Amerika Serikat yang telah berusaha mengambil hak paten dari dua tanaman itu. Kedua, Amerika Serikat kembali memberikan paten kepada dua ilmuwan Swiss untuk penemuan berupa zat aktif dari akar sebuah pohon (Swartzia madagascariensis) di Afrika. Zat aktif ini digunakan untuk mengobati infeksi jamur serta gatal-gatal pada kulit. Masih dengan negara yang sama yaitu Amerika Serikat yang mengambil hak paten zat aktif dari sebuah pohon di Afrika. Seharusnya hak paten atas zat aktif tersebut adalah milik Negara Afrika karena pohon tersebut ada di wilayah Afrika. Tidak ada hak untuk Amerika Serikat maupun Inggris yang bisa mengakui bahwa zat aktif tersebut milik mereka walaupun mungkin dalam kenyataannya Amerika Serikat dan Inggris melalukan penelitian untuk zat aktif itu. Tetapi tetap, hak paten untuk zat aktif itu adalah milik Afrika dan Negara Afrika berhak memberi hukuman atas apa yang dilakukan oleh Negara Amerika dan Inggris yang telah mengakui hak paten atas zat aktif tersebut. Terakhir, Sebuah perusahaan Amerika Serikat telah mempatenkan dua gen manusia untuk skrining kanker payudara. Padahal sebagian besar penelitian dilakukan di Institut Penelitian Kanker Inggris. Myriad mengajukan paten beberapa jam sebelum Institut kanker mengumumkan penemuannya dalam majalah Nature. Kasus ini hanya karena kecepatan pengakuan hak paten dari Institut Penelitian Kanker Inggris yang telah didahului oleh Myrian Genetics, sebuah perusahaan Amerika Serikat dalam hitungan jam. Padahal penelitian ini, sebagia besar dilakukan di Inggris namun lagi-lagi Amerika Serikat mengakui yang bukan hak nya. Hal ini juga mengancam 15 pekerjaan laboratorium di Inggris yang dibiayai oleh masyarakat Inggris. Pesan penting untuk Negara Amerika Serikat, jangan berkehendak sendiri dalam melakukan apapun walaupun kita semua mengetahui bahwa Amerika Serikat adalah negara yang kaya dalam pendanaan tetapi bukan seperti itu caranya, mengakui yang bukan haknya. Berlaku adil dan bersikap profesional itu yang seharusnya ditunjukan oleh negara super power seperti Amerika Serikat.

perlindungan konsumen

Tugas: Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen 2. Asas dan tujuan konsumen 3. Hak dan kewajiban konsumen 4. Hak dan kewajiban pelaku usaha 5. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha 6. Tanggung jawab bagi pelaku usaha 7. Sanksi bagi konsumen dan pelaku usaha 1. Pengertian Konsumen Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.bJika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor. 2. Azas dan Tujuan Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah: 1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri 2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa 3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen 4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi 5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha 6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Sedangkan asas-asas yang dianut hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam pasal 2 UU PK adalah : 7. Asas manfaat Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya. 8. Asas keadilan Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 47 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang. 9. Asas keseimbangan Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi. 10. Asas keamanan dan keselamatan konsumen Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 11. Asas kepastian hukum Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum 3. Hak dan Kewajiban Konsumen Adapun hak konsumen diatur didalam Pasal 4 UU PK, yakni: 12. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Tujuan utama konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa adalah memperoleh manfaat dari barang/jasa yang dikonsumsinya tersebut. Perolehan manfaat tersebut tidak boleh mengancam keselamatan, jiwa dan harta benda konsumen, serta harus menjamin kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. 13. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Tentu saja konsumen tidak mau mengkonsumsi barang/jasa yang dapat mengancam keselamatan, jiwa dan hartanya. Untuk itu konsumen harus diberi bebas dalam memilih barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Kebebasan memilih ini berarti tidak ada unsur paksaan atau tipu daya dari pelaku usaha agar konsumen memilih barang/jasanya. 14.Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Sebelum memilih, konsumen tentu harus memperoleh informasi yang benar mengenai barang/jasa yang akan dikonsumsinya. Karena informasi inilah yang akan menjadi landasan bagi konsumen dalam memilih. Untuk itu sangat diharapkan agar pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang/jasanya. 15.Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa. Ini berarti ada suatu kelemahan di barang/jasa yang diproduksi/disediakan oleh pelaku usaha. Sangat diharapkan agar pelaku usaha berlapang dada dalam menerima setiap pendapat dan keluhan dari konsumen. Di sisi yang lain pelaku usaha juga diuntungkan karena dengan adanya berbagai pendapat dan keluhan, pelaku usaha memperoleh masukan untuk meningkatkan daya saingnya. www.tunardy.com Kewajiban konsumen adalah : a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. 4. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Hak pelaku usaha adalah : 16.hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 17.hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik; 18.hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen; 19.hak untuk rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 20.hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban pelaku usaha adalah : 21.beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; 22.memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; 23.memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 24.menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 25.memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; 26.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 27.memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. 5. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha : Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni: 1.larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 ) 2.larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16) 3.larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17) . Mari kita bahas satu per satu. Yang pertama adalahlarangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: 1.tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2.tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; 3.tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; 4.tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; 5.tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut; 6.tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; 7.tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; 8.tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label; 9.tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat; 10.tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidang makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi. Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut: (2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. (3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. UU PK tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas dan tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah tersebut diartikan sebagai berikut: Rusak: sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi. Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna. Bekas: sudah pernah dipakai. Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi) Ternyata cukup sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya rusak berarti benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda tersebut masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan tercemar berarti pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu diluar benda tersebut yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya berkurang atau tidak berfungsi lagi. Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah: (4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. Bila kita perhatikan secara seksama, ketentuan ayat (4) tidak mengatur pelanggaran ayat (3). Ternyata untuk pelanggaran ayat (3), diatur melalui peraturan yang lebih spesifik. Yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Kesehatan. Untuk kedua bidang ini berlaku adagium lex specialis derogat lege generalis. Artinya peraturan yang khusus mengalahkan peraturan yang umum. 7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum. Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila : 1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan ; 2. cacat barabg timbul pada kemudian hari; 3. cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ; 4. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen ; 5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan. 8. Sanksi Sanksi Pidana : • Kurungan : o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18 o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f • Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian • Hukuman tambahan , antara lain : o Pengumuman keputusan Hakim o Pencabuttan izin usaha; o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ; o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa; o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat Sumber : -http://syafiqri.blogspot.com/2011/05/sanksi-pelaku-usaha-perlindungan.html - www.tunardy.com -http://pipp.rembangkab.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=63:perlindungan-konsumen&catid=3:newsflash - http://id.wikipedia.org/wiki/Perlindungan_konsumen - http://tatafitroh.blogspot.com/2012/04/pertemuan-12-hak-dan-kewajiban-dari.html

Rabu, 16 Mei 2012

contoh kasus wanprestasi

KASUS WANPRESTASI LOAN AGREEMENT (PERAN ARBITRASE) Kasus posisi  PT LUMBUNG TANI INDONESIA (PT. LTI), berdomisili di Jalan Ngagel 85 A Surabaya, mendirikan pabrik gula fructosa yang berlokasi di Mojokerto, rencananya memproduksi 50% EFS (Enriched Fructosa Syrup), 77% DS (Dry System) dari bahan baku akar singkong.  Untuk keperluan tersebut PT. LTI memerlukan seperangkat mesin buatan Jerman. Tanggal 15 November 1984 PT. LTI membeli mesin-mesin dari KLOEKNER INDUSTRIE ANLAGEN GmbH (KINA) yang bekerja sama dengan STARCOSA GmbH (KINA & STARCOSA), keduanya berdomisili di Republik Federasi Jerman.  Cara pembelian, penjualan, pembayaran dan penyerahan serta pemasangan mesin dituangkan dalam EXPORT-CONTRACT antara PT. LTI dengan KINA & STARCOSA.  Komponen mesin yang dibeli oleh PT. LTI dari KINA & STARCOSA disepakati berkapasitas maksimum 100 ton perhari, dengan nilai kontrak DM 15.920.000.  Tanggal 11 Desember 1984, PT. LTI membuat perjanjian pinjaman i.q. “LOAN AGREEMENT” dengan DG BANK DEUTSCHE GENOSSENSCHAFT BANK (DG BANK) berkantor pusat di Plaats der Republik, 6000 Frankfurt/Main, Republik Federasi Jerman.  DG Bank berdasarkan LOAN AGREEMENT telah memberikan pinjaman/kredit kepada PT. LTI sebesar DM 13.532.000 untuk pembayaran 85% dari nilai kontrak pembelian mesin-mesin oleh PT. LTI kepada KINA & STARCOSA.  Pembayaran harga mesin-mesin oleh PT. LTI kepada KINA & STARCOSA selain kredit yang diperoleh dari DG Bank, juga dibayar dengan cara 5% down payment (dibayar tunai), 10% dengan pembukaan L/C pada Bank Dagang Negara dikonfirmasikan oleh PT. LTI di Frankfurt Jerman.  Berdasarkan LOAN AGREEMENT, PT. LTI berkewajiban membayar pinjaman/kredit dimaksud kepada DG Bank dalam 10 kali cicilan yang sama besarnya dibayar setiap setengah tahun secara beruntun sebagaimana dinyatakan dalam ”REPAYMENT SCHEDULE”.  Kewajiban PT. LTI lain-lainnya antara lain: 1. Membayar bunga atas kredit yang masih terhutang sebesar 9,5% per annum. 2. Bunga keterlambatan 3.5% di atas suku bunga yang ditentukan untuk setiap kali keterlambatan pembayaran. 3. Ganti rugi i.c. “GLOBAL SETTLEMENT of DAMAGES” sebesar 3.5% di atas suku bunga yang ditentukan sebagai “CHARGE of DEFAULT” apabila dan setiap kali bercidera janji. 4. Dengan keterlambatan dan Global Settlement of Damages masing-masing sebesar 3.5% di atas suku bunga yang ditentukan diperhitungkan dari mulai hari bayar/gugur daripada pembayaran yang terlambat tersebut dikredit dan dibukukan pada Rekening Kreditor. 5. Membayar dengan segera dan sekaligus ongkos pembiayaan tambahan “ADDITIONAL FINANCING COST” yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan Repayment Schedule.  Ternyata PT. LTI sama sekali belum melakukan kewajiban pembayaran sesuai dengan “LOAN AGREEMENT’ kepada DG Bank, meskipun hutangnya sejak lama jatuh tempo dan telah ditagih berulang kali.  PT. LTI hanya melakukan pembayaran sebagian bunga yang terhutang kepada DG Bank sebagai berikut: 1. Sebesar DM 163.169.99 (masih kurang DM 63) bulan Maret-April 1986 sebagai pelunasan pembayaran bunga I yang jatuh tempo tanggal 27 Februari 1987; 2. Sebesar DM 100.000 (2 x DM 50.000) tanggal 21 Juli 1987 pelunasan pembayaran bunga ke II jatuh tempo 27 Agustus 1987 sisanya sampai sekarang masih terhutang; 3 Sebesar DM 25.000 bulan Mei 1987 pelunasan pembayaran di muka untuk bunga ke III jatuh tempo 27 Februari 1987.  Tanggal 7 Januari 1985, ada dibuat perjanjian “PAYMENT GUARANTEE” antara DG Bank dengan PT. LTI dan para Penanggung Hutang (Borgtocht).  Dalam “payment guarantee” ditentukan bahwa PT. LTI bersama-sama bertanggungjawab renteng dengan para Penanggung Hutang atas pelunasan pembayaran hutangnya PT. LTI kepada DG Bank.  Para Penanggung Hutang tersebut adalah: 1. PT. RAJUT DJATIM BARU, berdomisili di Jalan Pregolan Bunder 19 Surabaya. 2. MR. DAVID LAUWIDJAJA, berdomisili di Jalan Pregolan Bunder 19 Surabaya. 3. MRS. ANNEKE LAUWIDJAJA, berdomisili di Jalan Ngagel 85 A Surabaya. 4. MRS ESTER LAUWIDJAJA, berdomisili di Jalan Pregolan Bunder 19 Surabaya.  Sesuai pasal 11 “LOAN AGREEMENT” jumlah hutang pokok bunga kontraktuil, bunga keterlambatan, Charge for Default PT. LTI kepada DG Bank sampai jatuh tempo pembayaran dirinci sebagai berikut: 1. Bunga dan Utang Pokok jatuh tempo sampai 31 Oktober 1988. DM 8.327.429.37,- 2. Utang selebihnya meskipun menurut Repayment Schedule belum jatuh tempo karena cidera janji pada saat tanggal 6 Maret 1989 DM 8.119.200.00,- 3. Bunga terutang atas utang butir 2 selama periode 31 Oktober 1988 – 6 Maret 1989 DM 269.963.40,- 4. Bunga keterlambatan atas pembayaran utang pokok DM 1.352.598.57,- 5. Charge of Default atas pembayaran-pembayaran yang jatuh tempo total pembayaran yang terhutang pada tanggal 30 Juni 1989 DM 694.050.29,- Total DM18.763.241.63,-  Ternyata baik PT. LTI maupun para Penanggung Hutang sesuai Loan Agreement dan Payment Guarantee tidak melakukan kewajiban membayar hutang (pinjaman/kreditnya PT. LTI kepada DG Bank, sehingga PT. LTI dan para Penanggung Hutang telah cidera janji.  Berdasarkan hal tersebut DG Bank mengajukan gugatan perdata sebagai Penggugat di Pengadilan Negeri Surabaya (Reg. No. 568/PDT.G/1989/PN.Sby) terhadap para TERGUGAT: 1. PT LUMBUNG TANI INDONESIA sebagai Tergugat I 2. PT. RAJUT DJATIM BARU sebagai Tergugat III 3. MR. DAVID LAUWIDJAJA sebagai Tergugat IV 4. MRS. ANNEKE LAUWIDJAJA sebagai Tergugat V 5. MRS ESTER LAUWIDJAJA sebagai Tergugat VI  Petitum dalam gugatan yang diajukan Penggugat sebagai berikut: PRIMAIR: 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. 2. Menyatakan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) dan atau Sita Penyesuaian yang dilaksanakan oleh Juru Sita Pengadilan Negeri Surabaya adalah sah dan berharga. 3. Menyatakan sebagai hukum, Tergugat I, II, III, IV dan V telah melakukan cidera janji (wanprestasi) terhadap Penggugat karena tidak melakukan kewajibannya dengan benar dan baik. 4. Menghukum Tergugat I, II, III, IV dan V untuk membayar seluruh jumlah hutang yang belum dilunasi kepada Penggugat yaitu sebesar DM 18.763.241.63 (Deutsche Mark: delapan belas juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu dua ratus empat puluh satu dan enam puluh tiga per seratus) ditambah bunga yang berjalan terus dan biaya-biaya lainnya sesuai perjanjian Loan Agreement, terhitung sejak tanggal gugatan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Surabaya hingga putusan dalam perkara ini mempunyai kekuatan hukum yang pasti sah/atau dapat dilaksanakan. 5. Menyatakan keputusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu walaupun para Tergugat menggunakan upaya hukum lain (uit voorbaar bij voorraad). 6. Menghukum Tergugat untuk membayar ongkos perkara. SUBSIDAIR:  Mohon putusan sesuai alur dan patut (ex aequo et bono).  Harta Kekayaan para Tergugat telah diletakkan Vergelikende Beslag dan Conservatoir Beslag oleh Juru Sita Pengadilan Negeri Surabaya.  Terhadap gugatan tersebut, Tergugat I, II, III dan IV memberikan tanggapan, berupa EKSEPSI dan JAWABAN terhadap pokok sengketa. DALAM EKSEPSI: Pengadilan Negeri Surabaya harus menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara ini (Exceptie van onbevoegdheid). Penggugat seharusnya mengajukan tuntutan (claim)-nya di hadapan BADAN ARBITRASE.  Alasan yang diajukan pada pokoknya sebagai berikut: 1. Perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat yang menjadi dasar gugatan dituangkan dalam “LOAN AGREEMENT” tanggal 11 Desember 1984; 2. Pasal 15:2 alinea pertama “LOAN AGREEMENT” tegas-tegas menyatakan keinginan para pihak untuk menyelesaikan sengketa/perselisihan melalui BADAN ARBITRASE, berbunyi “Semua perselisihan/sengketa yang timbul dalam hubungannya dengan LOAN AGREEMENT ini, termasuk sengketa-sengketa mengenai keabsahan dari LOAN AGREEMENT atau setiap ketentuan yang ada didalamnya, akan diselesaikan oleh ARBITRASE berdasarkan ketentuan-ketentuan INTERNATIONAL CHAMBER COMMERCE (ICC) sesuai dengan Persetujuan Arbitrase yang terlampir pada LOAN AGREEMENT SEBAGAI LAMPIRAN V.” 3. Pasal 15:2 alinea kedua LOAN AGREEMENT berbunyi: “Walaupun demikian, Pemberi Pinjaman memiliki hak untuk melancarkan tindakan hukum di depan Pengadilan yang berwenang di Indonesia, yang tidak mengecualikan setiap wilayah hukum berwenang lainnya. Sejauh menyangkut tindakan hukum di depan Pengadilan yang berwenang, Arbitrase tidak akan dilakukan; 4. Penyelesaian sengketa/perselisihan yang timbul dalam hubungannya dengan LOAN AGREEMENT tersebut harus diutamakan atau mendahulukan penyelesaiannya melalui BADAN ARBITRASE dan baru kemudian dapat dilakukan melalui Pengadilan; bahkan apabila terdapat penyitaan, pembeslahan, penahanan atau sita jaminan dalam hubungan sengketa tersebut, penyelesaian melaui Badan Arbitrase tidak dapat ditiadakan/dikecualikan. 5. Penyitaan (sita jaminan/sita penyesuaian) tersebut seharusnya didasarkan pada hasil putusan Badan Arbitrase, sehingga Sita Jaminan/Sita Penyesuaian yang telah dilakukan dalam perkara ini harus dinyatakan batal demi hukum. 6. Yurispundensi tetap Mahkamah Agung RI menyatakan dengan tegas, apabila pihak-pihak dalam suatu perjanjian sepakat menyelesaikan sengketanya di hadapanBADAN ARBITRASE yang dengan tegas-tegas dinyatakan dalam 1 klausula Arbitrase pada perjanjian tersebut, maka apabila salah satu pihak menyimpang dari klausula Arbitrase tersebut dengan mengajukan sengketanya di hadapan Pengadilan Negeri,seharusnya Pengadilan Negeri menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara tersebut.  Atas eksepsi tersebut Tergugat I, II, III dan IV mohon putusan sebagai berikut: 1. Menyatakan Pengadilan Negeri Surabaya tidak berwenang mengadili perkara ini; 2. Membatalkan/mencabut Sita Jaminan/Sita Penyesuaian yang telah diletakkan dalam perkara ini; 3. Menolak gugatan, atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan tidak dapat diterima; 4. Menghukum Penggugat untuk membayar ongkos perkara.  Para Tergugat I, II, III dan IV selain mengajukan Eksepsi dan jawaban dalam pokok perkara juga mengajukan gugatan Rekonpesi pada pokoknya sebagai berikut: PRIMAIR: 1. Mengabulkan seluruh gugatan Rekonpensi. 2. Menyatakan Sita Jaminan yang telah diletakkan atas harta kekayaan Tergugat Rekonpensi sah dan berharga. 3. Menyatakan Tergugat Rekonpensi telah turut melakukan perbuatan Ingkar Janji dan Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh KINA & STARCOSA terhadap para Penggugat Rekonpensi. 4. Dst…….dst……dst. PENGADILAN NEGERI:  Hakim Pertama yang mengadili perkara ini, dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum yang pokoknya sebagai berikut: DALAM EKSEPSI:  Eksepsi yang diajukan para Tergugat (I, II, III dan IV) tentang Exceptie van Onbevoegdheid, dinyatakan DITOLAK oleh Hakim, sebagaimana isi dictum Putusan Sela tanggal 27 Februari 1990 berbunyi sebagai berikut: MENGADILI:  Sebelum memutus Pokok Perkara: 1. Menolak Eksepsi Tergugat I, II, III dan IV; 2. Menyatakan Pengadilan Negeri Surabaya berwenang untuk mengadili perkara ini; 3. Memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk melanjutkan perkara ini; 4. Menangguhkan biaya perkara sampai putusan akhir.  Hakim Pertama berpendapat, tentang penolakan Eksepsi para Tergugat sebagai berikut:  Pasal 15:2 “loan agreement” menegaskan: “Walaupun demikian Pemberi Pinjaman memiliki hak untuk melancarkan tindakan hukum di depan Pengadilan yang berwenang di Indonesia, dengan tidak mengecualikan setiap wilayah hukum berwenang lainnya sejauh menyangkut tindakan hukum di Pengadilan yang berwenang, ARBITRASE tidak akan dilakukan, tetapi pengeluaran perintah Penyitaan atau Sita Jaminan, Penahanan tidak akan mengecualikan arbitarse”.  Dengan demikian Penggugat berhak untuk mengajukan perkara ini ke forum Pengadilan Negeri atau forum Arbitrase, karena Penggugat telah menggunakan haknya mengajukan perkara ini ke forum Pengadilan Negri dalam hal ini Pengadilan Negri Surabaya, maka Pengadilan Negeri Surabaya berwenang mengadili perkara ini;  Karena Pengadilan Negeri Surabaya berwenang mengadili perkara ini, hukum yang berlaku adalah hukum Republik Indonesia termasuk Hukum Acaranya, karena itu Sita Penyesuaian (Vergelijkende Beslag) yang dilakukan menurut ketentuan dan cara-cara berdasarkan hukum di Indonesia adalah sah dan berharga;  Tentang tempat pelaksanaan penerapan hukum/tentang pilihan domisili, karena Penggugat telah memilih forum Pengadilan Negeri di Indonesia untuk menyelesaikan sengketanya, bertolak dari pasal 118 HIR yang menyebutkan pada azasnya gugatan diajukan di tempat tinggal Tergugat, adalah tepat dan benar Penggugat menggunakan hak dan azas umum tersebut, kendatipun dalam LOAN AGREEMENT menentukan Frankfurt/Main sebagai tempat penerapan hukum.  Tentang Eksepsi Pengadilan Negeri Surabaya tidak berwenang mengadili perkara ini, adalah tidak tepat dan tidak beralasan, karena itu harus ditolak, dan biaya perkara karena belum selesai ditangguhkan hingga putusan akhir. DALAM KONPENSI:  Tergugat I, II, III dan IV mengakui “LOAN AGREEMENT” dan belum dapat melakukan kewajibannya sesuai dengan Loan Agreement, karena itu terbukti Tergugat I, menerima pinjman/kredit sebesar DM 13.532.000 dari Penggugat, dan Tergugat I terbukti belum melakukan kewajibannya sesui dengan LOAN AGREEMENT, REPAYMENT SCHEDULE dan PAYMENT GUARANTEE. Tergugat I, meminta supaya bunga ditetapkan 6% setahun karena belum dapat melakukan kewajibannya sesuai dengan Loan Agreement dengan alasan: - tentang adanya kesalahan dan kelalaian yang dilakukan oleh KINA & STARCOSA. - loan agreement merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan KONTRAK EKSPORT antara Tergugat I dengan KINA & STARCOSA.  Bukti P-1 “Loan Agreement” untuk menjamin pembayaran 85% dari harga mesin untuk memproduksi “Enriched Fructosa Syrup” yang dibeli Tergugat I dari KINA & STARCOSA yang dituangkan dalam Kontrak Eksport.  Pasal 17:4 “Loan Agreement” yang diakui Tergugat I, dengan jelas ditentukan: “this Loan Agreement is legally independent of the Export-Contract.” (Perjanjian Loan Agreement ini secara hukum terpisah dari kontrak eksport), maka jelas pula Loan Agreement bukan merupakan bagian yang tidak terpisah dari eksport kontrak. Dengan demikian apabila ada kelalaian KINA & STARCOSA adalah semata-mata tanggung jawab KINA & STARCOSA, dan Penggugat tidak dapat dipertanggungjawabkan.  Loan Agreement tidak dapat dikesampingkan dengan menunjuk pada pasal 17:4 Loan Agreement tidak dapat dikesampingkan dengan menunjuk pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata tentang itikad baik dalam pelaksanaan setiap perjanjian, karena Loan Agreement terlepas dari kontrak eksport, dengan sendirinya tidak ada itikad tidak baik Penggugat dalam pelaksanaan Loan Agreement.  Bunga 9.5% per tahun telah diperjanjikan dalam Loan Agreement, apabila butir 5.1, maka besarnya bunga 9.5%/tahun mengikat Penggugat dan Tergugat I.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Loan Agreement, apabila peminjam tidak dapat membayar pokok pinjaman dan bunga sampai tanggal pelaksanaan pembayaran, pemberi kredit berhak membatalkan perjanjian dan menuntut seluruh pembayaran dan bunga dan jumlah lainnya.  Karena Tergugat I belum melaksanakan kewajibannya, oleh karena itu telah melakukan perbuatan ingkar janji.  Payment Guarantee untuk menjamin pembayaran hutang Tergugat I, kepada Penggugat, penjamin hutang Tergugat I adalah Tergugat II, III,IV dan V yang bersama-sama dengan Tergugat I bertanggungjawab renteng atas pelunasan pembayaran hutang Tergugat I dan segala sesuatunya, dan para Penjamin telah mengetahui Loan Agreement.  Berdasarkan bukti Payment Guarantee, Tergugat I, II, III, IV dan V wajib bertanggung jawab atas perbuatan ingkar janji Tergugat I secara tanggung renteng untuk melaksanakan kewajiban Tergugat I menurut Loan Agreement.  Tergugat I baru melaksanakan sebagian pembayaran bunga yang terhutang, sedangkan total pembayaran yang terhutang pada tanggal 30 Juni 1989 yang wajib dibayar Tergugat I bersama-sama Tergugat II, III, IV dan V yang tidak disangkal Tergugat I sebesar DM18.763.241.63 sesuai dengan jumlah tersebut dengan ketentuan butir 5 Loan Agreement, ditambah bunga berjalan terus terhitung sejak gugatan didaftarkan di Kepaniteraan sampai putusan ini dapat dilaksanakan.  Tergugat V yang tidak hadir di persidangan setelah dipanggil dengan patut harus dihukum untuk menaati putusan yang akan dijatuhkan.  Vergelijkende Beslag dan Concervatoir Beslag terhadap harta kekayaan para Tergugat yang telah dilakukan Juru Sita Pengadilan Negeri Surabaya dilakukan menurut ketentuan dan cara-cara yang ditentukan undang-undang, karena itu dinyatakan sah dan berharga.  Karena Penggugat berhasil membuktikan gugatannya, gugatan Penggugat harus dikabulkan, sedang Tergugat I, II, III, IV dan V adalah pihak yang kalah dibebankan untuk membayar ongkos perkara.  Karena gugatan yang terbukti berdasarkan akte authentik dan ternyata harta kekayaan Tergugat I dan Tergugat lainnya menjadi agunan hutang-hutang Tergugat dan telah disita Eksekusi Pengadilan Negeri Surabaya atas permintaan BNI Surabaya, telah menunjukkan itikad tidak baik Tergugat I dalam melaksanakan kewajibannya mengembalikan pinjaman yang diterimanya, disamping itu untuk memberikan jaminan bagi Investor Asing menanam modalnya di Indonesia,cukup alasan menyatakan putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulumeskipun Tergugat Banding atau Kasasi, sesuai dengan pasal 180 HIR. DALAM REKONPENSI:  Bukti T.I-1 “Kontrak Eksport” adalah kontrak eksport antara Tergugat I dengan KINA & STARCOSA, sedang Bukti P-1 “Loan Agreement” perjanjian pinjaman antara Tergugat Rekonpensi dengan Penggugat Rekonpensi dan benar P-1 untuk menjamin pembayaran 85% dari harga mesin yang dibeli Penggugat Rekonpensi dari KINA & STARCOSA.  Pasal 17:4 Loan Agreement ditentukan: “this Loan Agreement is legally independent of the Export-Contract.” (Perjanjian Loan Agreement ini secara hukum terpisah dari kontrak eksport).  Bertolak dari bukti P-1 tersebut, andai kata dalam pelaksanaan Kontrak Eksport KINA & STARCOSA melakukan wanprestasi yang menyebabkan kerugian bagi Penggugat Rekonpensi, Tergugat Rekonpensi sama sekali tidak dapat dikaitkan apalagi dipertanggung jawabkan secara renteng.  Apabila KINA & STARCOSA melakukan perbuatan wanprestasi dalam pelaksanaan kontrak eksport, seyogianya Penggugat Rekonpensi gugatan di Pengadilan Negeri untuk menuntut adanya wanprestasi dan ganti rugi dari KINA & STARCOSA.  Berdasarkan pasal 17:4 Loan Agreement secara hukum terpisah dengan kontrak eksport, dan berdasarkan pasal 1338 ayat 3 BW, perjanjian haruslah didasarkan kepada itikad baik, tidak ada alasan menurut hukum Penggugat Rekonpensi sendiri menyatakan KINA & STARCOSA telah melakukan wanprestasi dan menimbulkan kerugian, kecuali dengan satu putusan Pengadilan, apalagi mengaitkannya dengan tanggung jawab Tergugat Rekonpensi.  Oleh karena gugatan Rekonpensi tidak terbutki, harus dinyatakan ditolak keseluruhannya.  Akhirnya Hakim pertama menjatuhkan putusan pada pokoknya sebagai berikut: DALAM KONPENSI:  1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya. 2. Menyatakan sebagai hukum Tergugat I, II, III, IV dan V telah melakukan wanprestasi. 3. Menghukum Tergugat I, II, III, IV dan V untuk membayar seluruh jumlah hutang kepada Penggugat sebesar DM 18.763.241.63 (Deutsche Mark: Delapan belas juta tujuh ratus enam puluh tiga ribu dua ratus empat puluh satu dan enam puluh tiga per seratus) ditambah bunga yang berjalan terus dan biaya lainnya sesuai perjanjian Loan Agreement, terhitung sejak gugatan ini didaftarkan sampai dengan perkara ini dilaksanakan. 4. Menyatakan Sita Perbandingan atau Sita Penyesuaian (Vergelijkende Beslag) dan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) yang dilakukan dalam perkara ini adalah sah dan berharga. Dst…………..dst……..dst. DALAM REKONPENSI:  - Menolak gugatan Pengugat Rekonpensi. - Menyatakan biaya dalam Rekonpensi NIHIL. PENGADILAN TINGGI:  Pihak Tergugat I, II, III, dan IV menolak putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya tersebut di atas, dan mohon pemeriksaan banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya.  Hakim banding setelah memeriksa perkara ini, dalam pertimbangan putusannya pada pokoknya berpendapat bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum Hakim Pertama yang diuraikan di dalam putusannya sudah tepat dan benar, oleh karena itu diambil alih Pengadilan Tinggi sebagai pertimbangannya sendiri dalam memutus perkara ini, oleh karena itu baik putusan sela maupun putusan akhir Pengadilan Negeri Surabaya tersebut dapat dikuatkan. MAHKAMAH AGUNG RI:  Putusan Pengadilan Tinggi tersebut di atas ditolak oleh para Tergugat I, II, III, dan IV dan mohon pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung RI dengan mengemukakan“Keberatan Kasasi” yang isi pokoknya: 1. Pengadilan Tinggi Surabaya dalam putusannya sama sekali tidak mempertimbangkan memori banding para Pemohon Kasasi/ Tergugat asal I, II, III, dan IV. Pengadilan Tinggi Surabaya hanya mengoper seluruh pertimbangan hukum Pengadilan Negeri sehingga Pengadilan Tinggi tidak menuruti Surat Edaran MARI tanggal 2 Agustus 1962 No. 856 /62/189K/Sip/1962 yang dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Tinggi seluruh Indonesia; 2. Pengadilan Tinggi Surabaya dalam memeriksa perkara ini begitu saja mengambil oper segala pertimbangan hukum judex facti Pengadilan Negeri Surabaya.Seharusnya Hakim Banding memeriksa kembali perkara dalam keseluruhannya baik mengenai fakta maupun mengenai pengetrapan hukumnya. Oleh karena itu bertentangan dengan Yurisprudensi tetap MARI dalam putusannya No. 9511 K/Sip/1973 tanggal 9 Oktober 1973; 3. Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya yang hanya menyetujui keputusan Pengadilan Negeri Surabaya a quo tanpa memberikan pertimbangan hukum yang tepat yang mengandung “persetujuannya” itu haruslah dinyatakan tidak cukup. Putusan Pengadilan Tinggi bertentangan dengan Yurisprudensi tetap MARI dalam putusannya No. 9K/Sip/1972 tanggal 19 Maret 1972; 4. Para Pemohon Kasasi/Tergugat asal I, II, III dan IV tidak sependapat dan sangat keberatan atas pertimbangan hukum judex facti mengenai kewenangan memeriksa dan mengadili perkara ini seperti terurai dalam putusan sela yang kemudian dipertahankan pada putusan akhir dan diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Surabaya karena berdasarkan artikel 15.1 dan artikel 15.2 dari LOAN AGREEMENT bukti P-1, menetapkan bahwa antara Pemohon Kasasi/Tergugat-tergugat asal dan Termohon Kasasi/Penggugat asal telah disepakati secara tegas tentang pilihan hukum (yaitu hukum Republik Federasi Jerman) dan tempat pelaksanaan penerapan hukumnya (adalah Frankfurt-am Main) serta forum Arbitrase untuk menyelesaikan sengketa yang timbul; Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata, maka apa yang telah disepakati secara sah berlaku sebagi undang-undang yang mengikat, maka Loan Agreement untuk pilihan hukum dan tempat penerapah hukum haruslah di Republik Federasi Jerman. Pemohon Kasasi telah menunjuk dan mengangkat Dr. Harald Voelze Boersenplatz 1 am Main sebagai agen untuk pelayanan proses Arbitrase di Republik Federasi Jerman. Dengan demikian penyelesaian sengketa yang timbul terlebih dahulu sebagai pilihan utama diselesaikan melalui BADAN ARBITRASE, sehingga Termohon kasasi/Penggugat asal telah keliru mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Surabaya. Oleh karena itu Pengadilan Negeri Surabaya dinyatkan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini; 1. Pemohon Kasasi tidak sependapat dan sangat berkeberatan pertimbangan hukum judec facti tentan pasal 17:4 Loan Agreement tersebut. Loan Agreement – bukti P-1 adalah bagaian yang tak terpisahkan dan saling kait mengkait dengan Export Contract bukti T-1; 2. Pertimbangan hukum judex facti mengenai bunga untuk jumlah pinjaman yang belum dibayar sebesar 9.5% setahun ternyata tidak konsisten dengan pertimbangan hukum yang lain. Tentang bunga judex facti mendasarkan pada artikel 5.1 Loan Agreement, tentang pilihan hukum judex facti telah melanggar artikel 15.1 dan 15.2 Loan Agreement; 3. Judex facti sama sekali tidak memeriksa dan memberikan pertimbagnan hukum atas gugatan Rekonpensi para Pemohon Kasasi/Tergugat-tergugat asal. Tindakan KINA & STARCOSA yang tidak sesuai dengan perjanjian eksport contract yang telah disepakati adalah merupakan wanprestasi dan oleh karena Loan Agreement tersebut adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan Export Contract, maka Termohon Kasasi/Penggugat asal harus pula bertanggung jawab atas perbuatan wanprestasi KINA & STARCOSA.  Mamakah Agung RI setelah memeriksa perkara ini dalam tingkat kasasi, dalam putusannya berpendirian bahwa keberatan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi ad. 4 dapat dibenarkan karena judex factie telah salah menerapkan hukum yang dalam putusannya telah menolak Eksepsi Pemohon Kasasi/Tergugat-tergugat asal.  Pendirian Mahkamah Agung ini didasari oleh alasan yuridis yang intisarinya sbb:  Loan Agreement dalam sengketa, menetapkan pada pasal 15 (1,2), bahwa Loan Agreement ini ditundukkan pada hukum FEDERAL REPUBLIC of GERMANY; Segala sengketa yang mungkin timbul sehubungan dengan perjanjian pinjaman tersebut akan diselesaikan melalui ARBITRASE;  Berdasarkan hal-jal tersebut di atas, maka berarti dalam perjanjian ini ada KLAUSULA ARBITRASE, yang menurut Yurisprudensi tetap Indonesia menyebabkan Pengadilan tidak berwenang lagi mengadili perkara yang terjadi karena sengketa pinjaman tersebut;  Bahwa akan tetapi pada pasal 15.2 melanjutkan menyatakan: “bahwa kreditur” (“Lender”) tetap mempunyai hak untuk membawa perkara ke depan Pengadilan di Indonesia;  Menurut pendapat Mahkamah Agung alinea tersebut di atas (pasal 15.2 alinea kedua) haruslah diartikan sebgai tidak sejalan bahkan bertentangan denga pasal 1.2 yang menentukan bahwa untuk “Loan Agreement ini diperlakukan hukum dari Federal Republic of Germany, hal mana tentu tidak dapat dilaksanakan Pengadilan Indonesia;  Selebihnya dari itu, ketentuan bahwa Kreditur (“Lender”) tetap mempunyai hak untuk mengajukan sengketa kepada Pengadilan Indonesia yang berwenang, adalah ketentuan yang tidak seimbang, karena debitur (“Borrower”) tidak memiliki hak yang demikian, dalam hal mana Pengadilan (dalam hal ini Mahkamah Agung) berwenang menyatkan bahwa alinea kedua dari pasal 15.2 LOAN AGREEMENT tersebut tidak dapat diperlakukan;  Karena alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat bahwa dalam “LOAN AGREEMENT” ini terdapat KLAUSULE ARBITRASE, dan berarti pula Pengadilan haruslah menyatakan diri tidak berwenang;  Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan pada keberatan ad.4 tersebut di atas dengan tanpa mempertimbangkan alasan-alasan kasasi lainnya yang diajukan oleh Pemohon-pemohon Kasasi: PT. LUMBUNG TANI INDONESIA dkk. tersebut dan untukmembatalakan Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya dan Pengadilan Negeri Surabaya tesebut, sehingga Mahkamah Agung akan mengadili sendiriperkara ini yang seluruh amarnya berbunyi sebagai yang akan disebutkan di bawah ini;  Oleh karena dalam perkara ini gugatan Penggugat akan dinyatakan tidak dapat diterima, maka Sita Perbandingan atau Sita Penyesuaian (Vergelikende Beslag) dan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) yang telah dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri Surabaya tersebut harus dinyatakan tidak sah dan tidak berharga dan oleh karena itu harus diperintahkan pula untuk mengangkat sita tersebut.  Berdasar atas pertimbangan tersebut di atas, maka Mahkamah Agung RI memberikan putusan sebagai berikut: MENGADILI: - Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon-pemohon kasasi: 1. PT LUMBUNG TANI INDONESIA , 2. PT. RAJUT DJATIM BARU, 3. MR. DAVID LAUWIDJAJA, 4. MRS. ANNEKE LAUWIDJAJA, - Membatalkan putusan pengadilan Tinggi Surabaya tanggal 1 Oktober 1991 No. 769/Pdt/1990/PT.Sby, (yo putusan Pengadilan Negeri Surabaya tanggal 21 Juli 1990 No. 568/Pdt.G/1989/PN. Sby., tersebut; DAN MENGADILI SENDIRI: DALAM EKSEPSI: - Menyatakan Eksepsi Tergugat I, II, III dan IV dapat diterima; - Menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa perkara ini; DALAM KONPENSI: - Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima; - Menyatakan Sita Perbandingan atau Sita Penyesuaian (Vergelikende Beslag) dan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) yang telah dilakukan dalam perkara ini tidak sah dan tidak berharga; - Memerintahkan Pengdilan Negeri Surabaya untuk mengangkat sita tersebut. DALAM REKONPENSI: - Menyatakan gugatan Penggugat Rekonpensi tidak dapat diterima; - Dst…………..dst…………..dst…………… CATATAN:  Dalam Loan Agreement ex pasal 15 (1) telah disepakati bahwa Loan Agreement ini ditundukkan pada Hukum Federal Republic of Germany dan segala sengketa yang timbul akan diselesaikan melalui Badan Arbitrase. Ketentuan ini mengandung arti bahwa Loan Agreement tersebut terdapat Klausula Arbitrase, sehingga Badan Peradilan di Indonesia tidak berwenang mengadili perkara ini.  Mahkamah Agung dalam putusan kasasi berwenang untuk menyatakan bahwa ketentuan dalam alinea kedua dari pasal 15.2 dari Loan Agreement, tidak dapat diperlakukan, karena mengandung ketentuan yang tidak seimbang antara Hak Kreditur dengan Debitur (borrower) mengenai hak untuk mengajukan sengketa yang timbul dari pelaksanaan Loan Agreement ke Pengadilan Indonesia.  Mengenai masalah Badan Arbitrasi ini dipersilahkan memeriksa Varia Pengadilan Tahun IV No. 40 – halaman 110-151.  Demikian catatan atas kasus ini. (Ali Boediarto) Pengadilan Negeri Surabaya: No. 568/Pdt.G/PN.Sby, tanggal 27 Februari 1990 Pengadilan Negeri Surabaya: No. 568/Pdt.G/PN.Sby, tanggal 21 Juli 1990 Pengadilan Tinggi Surabaya: No. 769/Pdt/PT.Sby, tanggal 1 Oktober 1991 Mahkamah Agung RI: Reg. No. 1458/Pdt/1992, tanggal 3 Maret 1994 Majelis terdiri dari: Prof. Dr. H. Bustanul Arifin, SH, Ketua Muda MA-RI selaku Ketua Sidang dengan Anggota: Iswo, SH, dan Henoch Tesan Binti, SH. sumber: http://legalbanking.wordpress.com/ebook/kasus-wanprestasi-loan-agreement-peran-arbitrase/